Oleh: Muhammad Ibnu Rosyad
Alangkah banyak keutamaannya. Persis seperti namanya.
Saat peristiwa Khaibar, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “
Sungguh besok akan diberikan bendera (yang biasa dibawa oleh pemimpin pasukan) pada orang yang akan didatangkan kemenangan melalui tangannya, yang mana ia mencintai Allah dan Rasul-Nya, lalu Allah dan Rasul-Nya pun mencintai dirinya.”
Lalu para sahabat bermalam dan mendiskusikan siapakah di antara mereka yang nanti akan diberi bendera tersebut.
Tiba waktu pagi, mereka semua berharap-harap bisa mendapatkan bendera itu. Namun, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam malah bertanya, “Di manakah ‘Ali?”
Ada yang menjawab bahwa matanya ‘Ali sedang sakit. (Lalu ‘Ali dibawa ke hadapan Nabi), kemudian beliau mengusap kedua matanya dan mendoakan kebaikan untuknya. Lalu ia pun sembuh seakan-akan tidak pernah sakit sebelumnya.
Kemudian bendera tersebut diberikan kepada ‘Ali dan ia berkata, “Aku akan memerangi mereka hingga mereka bisa seperti kita.”
Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jalanlah perlahan-lahan ke depan hingga kalian sampai di tengah-tengah mereka.
Kemudian dakwahilah mereka pada Islam dan kabari mereka tentang perkara-perkara yang wajib.
Demi Allah, sungguh jika Allah memberi hidayah pada seseorang lewat perantaraanmu, maka itu lebih baik daripada (engkau mendapat) unta merah.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Demikianlah Ali. Yang sejak belia telah memeluk Islam. Yang rela menggantikan Rasulullah tidur di pembaringan saat beliau hijrah ke Madinah.
Dialah Ali bin Abi Thalib. Sepupu Nabi, sekaligus menantu beliau. Satu di antara yang diberi kabar gembira menjadi penghuni jannahNya. Sahabat utama, sekaligus teladan para pemuda.