Siapakah Pemuda Itu?
Oleh: Muhammad Fatan A. Ulum
Di dalam beberapa bahasa, remaja atau pemuda memiliki beberapa istilah.
Dalam bahasa Indonesia, misalnya, dikenal istilah: pemuda, remaja, belia, ABG.
Dalam bahasa Inggris, ada beberapa istilah penting berkaitan dengan masa muda. Ada minimal tiga: teenager, youth, adolescent.
Dalam buku “Handbook of Adolescent Psychology”, istilah adolescent muncul pertama kali di abad ke-15. Berasal dari bahasa Latin, dari kata adolescere, yang bermakna “to grow up” atau “to grow into maturity”.
Pada 1904, Granville Stanley Hall menulis buku dengan judul Adolescence. Banyak terpengaruh oleh teorinya Darwin, Hall menganggap bahwa masa remaja/muda sebagai “a period of storm and stress, as a time of universal and inevitable upheaval”. Dalam pandangan Hall, “remaja adalah fase sulit diatur, keras dan kasar, diiringi krisis kejiwaan, dengan perasaan berat, frustasi, perang batin, resah, banyak masalah, dan sulit menurut yang mendominasi emosi.” Meski ditentang oleh sejumlah pakar dan bisa dibuktikan bahwa terdapat kesalahan pada pendapat ini, tetapi pandangan bahwa masa remaja/muda adalah masa pemberontakan dan kegundahan terus dipakai sejumlah orang, bahkan hingga sekarang.
Dalam pandangan ilmuwan barat, fase remaja dibagi menjadi tiga tingkatan: remaja dini pada usia 12 hingga 14 tahun, remaja pertengahan pada usia 15 hingga 17 tahun, dan remaja akhir pada usia 18 hingga 21 tahun. Dimana setiap terjadi fase peralihan hidup seorang remaja ke fase berikutnya, menurut teori tersebut, remaja akan mengalami stress dan keresahan.
Konsep bahwa remaja itu fase penuh masalah adalah berdasarkan riset kepada para remaja Yahudi di Amerika Serikat. Hasil penelitian ini yang kemudian diberlakukan secara umum kepada seluruh umat manusia, seakan-akan apa yang terjadi pada para remaja Yahudi di Amerika Serikat itu juga terjadi pada seluruh remaja di dunia.
Contoh penelitian tentang remaja di Amerika Serikat dilakukan oleh Rosen dan para muridnya di tahun 1962. Mereka meneliti para remaja AS berusia 10 hingga 19 tahun yang pernah mengunjungi 788 klinik kejiwaan. Disebutkan, bahwa dari 54 ribu remaja yang datang: 3 % saja yang tidak mengalami guncangan kejiwaan, 20 % lainnya tidak bisa didiagnosis karena sejumlah alasan tidak dikenal, dan 77 % dinyatakan sakit.
Kita melihat bahwa masalah pada remaja banyak menimpa orang Amerika Serikat yang lebih maju di bidang industri. Kehidupan masyarakat Amerika, kata Dr. Khalid Syantut, begitu rumit dan menyimpang dari fithrah, kondisinya hampir sama dengan penyimpangan yang terjadi pada masyarakat jahiliyah.
Dalam perkembangan berikutnya, banyak ahli Psikologi yang menolak pandangan negatif terhadap masa remaja ini. Betul bahwa masa remaja adalah masa transisi dari kanak-kanak ke masa dewasa. Terjadi perubahan yang muncul seiring pertumbuhan fisik, akal, jiwa, dan sosial seseorang. Ada perubahan-perubahan yang cepat dan menyeluruh terjadi pada dirinya. Tetapi, harap diingat, keresahan dan guncangan tidak bersifat pasti pada fase ini. Menurut sejumlah penelitian, lama-singkatnya fase transisi ini tergantung peradaban yang ada di tengah masyarakat. Kadang masa remaja seolah tidak pernah terjadi—dari masa kanak-kanak mereka langsung menginjak masa dewasa—seperti yang terjadi di masyarakat dengan mata pencaharian sebagai penggembala atau petani. Kadang juga berlangsung lama hingga menimbulkan keresahan dan gangguan kejiwaan seperti yang terjadi di masyarakat industri.
Margareth Mead yang meneliti sejumlah masyarakat tradisional, seperti yang berada di Samoa, menyampaikan bahwa fase remaja (yang penuh masalah) tidak terlihat dalam masyarakat-masyarakat ini. Dari masa kanak-kanak seseorang langsung beralih ke masa dewasa setelah melewati ritual tradisional tertentu.
Sejumlah penelitian menunjukkan, tegas Syantut, bahwa remaja adalah fase pertumbuhan normal, dan setiap remaja pasti menghadapi pertumbuhan krusial selama pertumbuhan berjalan dengan wajar. Krisis dan keresahan tidak selalu menyertai fase remaja. “Perlu disampaikan,” jelas Abdurrahman Al-Aisawi, “pertumbuhan seksual pada fase remaja tidak mesti memicu krisis. Tatanan-tatanan sosial modern itulah yang bertanggung jawab atas krisis yang terjadi pada fase ini.”